Search
Close this search box.

Mengenal Heldy Djafar, Istri Terakhir Bung Karno

Kisah asmara Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, selalu menarik perhatian, termasuk hubungan singkatnya dengan Heldy Djafar. Gadis muda asal Kalimantan ini menjadi istri terakhir Bung Karno di tengah situasi politik Indonesia yang penuh gejolak pada era 1960-an. Namun, seperti cinta yang sering diuji oleh keadaan, kisah mereka pun berakhir tragis.

Pertemuan di Balik Lenso

Heldy Djafar pertama kali menarik perhatian Bung Karno saat menjadi bagian dari Barisan Bhineka Tunggal Ika, sebuah kelompok pemuda-pemudi yang bertugas di acara kenegaraan. Masih berusia 17 tahun, Heldy kerap hadir di Istana Negara untuk membantu protokol acara. Dalam salah satu kesempatan, keduanya berdansa lenso bersama di hadapan tamu-tamu undangan.

Ketertarikan Bung Karno terhadap Heldy semakin terlihat saat ia mulai sering bertandang ke rumah kakak Heldy di Kebayoran Baru. Tidak datang dengan tangan kosong, Bung Karno membawa hadiah istimewa seperti jam tangan Rolex untuk memikat hati Heldy. Perhatian dan karisma sang presiden membuat gadis belia ini luluh.

Pernikahan di Tengah Duka

Setelah tiga bulan saling mengenal, Bung Karno melamar Heldy dengan penuh kesungguhan. Heldy yang terbuai cinta menerima lamaran itu meski tahu bahwa Bung Karno sudah delapan kali menikah sebelumnya. Pada 11 Juni 1966, Heldy resmi menjadi istri Bung Karno, hanya beberapa hari sebelum sang presiden berulang tahun ke-65.

Namun, kebahagiaan itu dibayangi duka. Ayah Heldy meninggal dunia saat dalam perjalanan ke Jakarta untuk merestui pernikahan putrinya. Meski demikian, Heldy tetap menjalani hari-harinya sebagai istri Bung Karno dengan penuh kasih, melayani suaminya dan menjaga rumah tangga sederhana mereka.

Romansa yang Singkat

Kebersamaan Heldy dan Bung Karno hanya berlangsung selama dua bulan. Situasi politik yang memanas membuat Bung Karno kehilangan kekuasaannya dan harus berpindah tempat tinggal. Ia tinggal di rumah lain bersama istri ketujuhnya, Yurike Sanger. Hal ini membuat Heldy hanya bisa mengunjungi suaminya sesekali, itupun dengan rasa tidak nyaman akibat kecemburuan yang muncul di antara istri-istri Bung Karno.

Heldy akhirnya memutuskan untuk menjaga jarak demi menjaga martabat dirinya. Meskipun rindu kerap mendera, Heldy tetap menghormati batasan yang ada. Pertemuan terakhir mereka terjadi di sebuah mobil di tengah malam, di mana Bung Karno melambaikan tangan kepada Heldy untuk terakhir kalinya.

Lembaran Baru dan Akhir Hidup Bung Karno

Setelah berpisah dengan Bung Karno, Heldy menemukan tambatan hati baru. Ia menikah dengan Gusti Suriansyah Noor, putra bangsawan dari Kalimantan, pada tahun 1968. Hidup Heldy perlahan kembali normal, meskipun kenangan akan Bung Karno tetap melekat di hatinya.

Pada 21 Juni 1970, Heldy mendengar kabar wafatnya Bung Karno melalui siaran radio. Karena tengah mengandung, ia tidak dapat menghadiri pemakaman suaminya yang penuh kenangan itu. Heldy hanya bisa mengenang hubungan mereka sambil berziarah ke makam Bung Karno dua tahun kemudian.

Cinta yang Abadi dalam Kenangan

Meski kisah cinta mereka singkat, Heldy tetap mengenang Bung Karno sebagai cinta terakhirnya. Ia menyadari bahwa hubungannya dengan Bung Karno lebih dari sekadar hubungan romantis, tetapi juga sebagai bagian dari sejarah perjalanan hidupnya.

“Terima kasih untuk semua kenangan manis, Mas,” kata Heldy suatu kali saat mengenang Bung Karno. Baginya, cinta itu mungkin telah usai, tetapi kenangannya tetap abadi dalam hati,

superadmin

RECENT POSTS

CATEGORIES