Search
Close this search box.

Kerudung Mantila, Simbol Kesalehan Perempuan Katolik

Perkembangan teknologi dan maraknya media sosial membuat berbagai tradisi keagamaan yang sempat terlupakan kembali muncul ke permukaan. Salah satunya adalah kerudung mantila—kerudung khas perempuan Katolik yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat setelah sebuah video viral menampilkan seorang wanita mengenakannya dalam misa. Video tersebut memicu rasa penasaran dan akhirnya menggugah banyak perempuan Katolik untuk kembali memakai kerudung mantila dalam berbagai perayaan iman mereka.

Apa Itu Kerudung Mantila?

Kerudung mantila adalah kerudung renda atau kain tipis yang dikenakan oleh perempuan Katolik saat menghadiri misa atau ibadah lainnya. Bentuknya biasanya melingkar atau segitiga, menjuntai dari kepala hingga bahu. Istilah mantila sendiri berasal dari bahasa Spanyol, “manta”, yang berarti jubah atau selimut. Tradisi ini berkembang kuat di Spanyol dan Amerika Latin, lalu menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Kerudung mantila bukan sekadar aksesori; ia menjadi simbol kesederhanaan, kerendahan hati, dan penghormatan terhadap kehadiran Kristus dalam perayaan liturgi. Meskipun penggunaannya kini tidak diwajibkan lagi sejak Konsili Vatikan II, banyak umat Katolik yang memilih mengenakannya sebagai bentuk kesalehan pribadi dan penghargaan terhadap tradisi Gereja.

Baca juga: Waspadai Autisme Virtual, Dampak Negatif Penggunaan Gawai Berlebih pada Balita

Makna Warna Kerudung Mantila

Dalam praktiknya, warna kerudung mantila memiliki makna simbolik yang dalam:

  • Putih: Melambangkan kesucian, kemurnian, dan kebersihan hati. Biasanya dikenakan dalam perayaan besar seperti pernikahan, pembaptisan, atau hari raya besar Gereja.

  • Hitam: Melambangkan duka cita, penyesalan, dan penghormatan. Mantila hitam umum dipakai saat misa arwah atau Jumat Agung.

Alasan Kembali Populernya Kerudung Mantila

Bukan tanpa alasan kerudung mantila kembali diminati. Selain karena keindahan visualnya yang anggun dan menawan, banyak umat Katolik yang merasa penggunaan mantila membantu mereka lebih fokus dan khusyuk dalam doa. Kerudung ini menciptakan ruang privat spiritual, seolah menjadi pengingat bahwa kehadiran di dalam gereja adalah perjumpaan dengan yang ilahi.

Selain itu, media sosial juga berperan besar dalam membangkitkan minat terhadap tradisi ini. Video viral maupun konten seputar gaya hidup Katolik membuat semakin banyak umat mengenal kembali kerudung mantila, bahkan memadukannya dengan busana modern tanpa menghilangkan makna spiritualnya.

Baca juga: Hydrophobia: Gejala Medis Serius yang Menjadi Tanda Kritis Infeksi Rabies

Kerudung Mantila dalam Tradisi Gereja

Dalam Kitab Hukum Kanonik lama (KHK 1262), perempuan Katolik sempat diwajibkan mengenakan penutup kepala saat misa. Namun kini, pemakaian kerudung mantila menjadi pilihan pribadi yang bersifat opsional. Gereja Katolik tidak lagi mewajibkan, tetapi tetap menghargai mereka yang mengenakannya dengan penuh kesadaran spiritual.

Di Indonesia sendiri, terutama pada perayaan besar seperti Pekan Suci atau misa malam Natal, perempuan Katolik yang mengenakan mantila semakin sering terlihat. Fenomena ini menunjukkan adanya kebangkitan semangat liturgis yang menghargai nilai-nilai tradisional, namun tetap kontekstual dan relevan dengan zaman.

Kerudung mantila kini bukan hanya dikenakan sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai pernyataan iman dan penghormatan. Dalam dunia yang semakin cepat berubah, kehadiran simbol-simbol spiritual seperti mantila justru memberi ketenangan dan keheningan yang dibutuhkan banyak orang dalam menjalani kehidupan rohani mereka.

superadmin

RECENT POSTS

CATEGORIES