Search
Close this search box.

Sejarah Gunung Rinjani: Dari Legenda Dewi Anjani Hingga Letusan Dahsyat

Pada awal tahun 2025, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengambil langkah tegas dengan mem-blacklist 52 pendaki karena tidak membawa turun sampah makanannya. Sanksi selama lima tahun ini diberlakukan dalam rangka mendukung program Go Rinjani Zero Waste 2025. Tapi di balik sanksi itu, ada alasan yang jauh lebih dalam: Gunung Rinjani bukan sekadar destinasi pendakian, melainkan simbol budaya dan sejarah yang sakral bagi masyarakat Lombok.

Legenda dan Asal Usul

Gunung Rinjani dipercaya berasal dari nama Rara Anjani, seorang tokoh sakral dalam kepercayaan masyarakat Sasak. Kisah ini menyebutkan bahwa Rara Anjani melakukan pertapaan hingga akhirnya “bersatu” dengan alam dan menjelma menjadi sosok penjaga gunung. Dari nama “Anjani” lahirlah istilah “Renjani”, lalu menjadi “Rinjani”. Kepercayaan ini masih terasa dalam berbagai penamaan tempat, seperti Desa Anjani dan Gedung Dewi Anjani di Mataram.

Legenda ini tak hanya menjadi cerita rakyat semata, melainkan juga bagian dari identitas budaya yang menekankan pentingnya hidup selaras dengan alam. Inilah yang menjadi dasar lahirnya tradisi seperti peketu atau mendaki dengan hati, yakni sebuah filosofi untuk mendaki tanpa merusak.

Baca juga: Kerudung Mantila, Simbol Kesalehan Perempuan Katolik

Geologi dan Sejarah Letusan

Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Gunung ini merupakan gunung berapi aktif kedua tertinggi di Indonesia yang terletak dalam Cincin Api Pasifik (Ring of Fire). Struktur morfologi Rinjani terdiri atas kaldera besar, kerucut Gunung Barujari, dan beberapa kerucut kecil lainnya. Kaldera ini terbentuk akibat letusan besar yang tak tercatat secara pasti, namun jelas sangat dahsyat hingga meninggalkan bekas geografis yang luar biasa.

Sejak tahun 1847 hingga 2009, Rinjani tercatat meletus sebanyak 11 kali. Letusan besar pada 1994 dan 2009 bahkan menimbulkan semburan asap hingga seribu meter ke udara dan mengalirkan lava ke Danau Segara Anak. Letusan-letusan ini membawa konsekuensi ekosistem, namun juga menyuburkan kawasan sekitar.

Mengapa Rinjani Harus Dijaga

Menggabungkan nilai geologis, budaya, dan spiritual, Gunung ini menjadi kawasan yang istimewa. Maka tidak mengherankan jika TNGR menerapkan kuota pendakian harian sebanyak 700 orang, serta sanksi tegas bagi yang tidak mematuhi aturan—termasuk membawa turun sampah pribadi. Pelanggaran atas aturan ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga bentuk tidak hormat pada sejarah dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.

Menjaga kebersihan dan mematuhi regulasi pendakian bukan semata-mata soal disiplin, tapi bentuk penghargaan terhadap sejarah Gunung Rinjani yang panjang, sakral, dan berisiko.

superadmin

RECENT POSTS

CATEGORIES