Close

Black Friday: Kisah, Arti, dan Budaya di Balik Tradisi Belanja Paling Histeris

Black Friday kisah Arti dan Budaya di Balik Tradisi Belanja Paling Histeris

Black Friday merupakan fenomena tahunan yang telah merajalela di berbagai belahan dunia. Merupakan hari di mana toko-toko fisik dan online memberikan diskon besar-besaran untuk menarik perhatian konsumen yang haus diskon.

Artikel ini akan membahas arti, sejarah, budaya, dan alasan di balik nama “Black Friday.”

Arti

Black Friday merupakan hari paling sibuk di Amerika Serikat yang biasanya jatuh pada Jumat setelah Thanksgiving Day, yang dirayakan pada hari Kamis keempat bulan November. Tradisi ini kini telah meluas hingga ke negara-negara lain, dan seringkali menjadi awal resmi musim belanja Natal. Pada hari ini, toko-toko menawarkan potongan harga besar-besaran dan promosi istimewa, memicu antusiasme dan kehebohan konsumen yang ingin memanfaatkan penawaran tersebut.

Baca juga: Wuling Binggo vs Air EV, Apa Bedanya

Sejarah

Asal-usul Black Friday tidak sepenuhnya jelas, tetapi ada beberapa teori yang dapat dijelaskan. Salah satunya berhubungan dengan keuangan bisnis. Menurut sebuah teori, istilah ini berasal dari praktik akuntansi di mana bisnis yang menghadapi kerugian akan dicatat dalam buku besar dengan tinta merah, sedangkan keuntungan dicatat dengan tinta hitam. Pada hari Jumat setelah Thanksgiving, penjual biasanya mulai menghasilkan keuntungan, dan buku besar mereka akan berubah dari “merah” menjadi “hitam,” sehingga menyebutnya “Black Friday.”

Budaya

Black Friday telah menjadi fenomena budaya yang mencerminkan semangat belanja dan konsumisme masyarakat modern. Budaya ini tidak hanya melibatkan belanja di toko-toko fisik, tetapi juga melibatkan perburuan penawaran online. Masyarakat seringkali bersiap-siap untuk mengantri di depan toko-toko, berburu penawaran pintar, dan terlibat dalam pengalaman belanja yang penuh kegembiraan.

Baca juga: Efek Onani: Perbedaan dan Dampaknya pada yang Belum dan Sudah Menikah

Mengapa Disebut Black Friday?

Selain teori akuntansi, ada cerita lain yang terkait dengan nama ini. Menurut sejarah populer, pada tahun 1960-an, istilah ini digunakan oleh polisi di Philadelphia untuk menggambarkan kekacauan lalu lintas dan kerumunan besar yang terjadi pada hari Jumat setelah Thanksgiving. Walaupun awalnya memiliki konotasi negatif, seiring berjalannya waktu, istilah ini mulai diadopsi secara positif oleh para penjual dan konsumen.

Tidak hanya sekadar tentang penawaran dan diskon, tetapi juga mencerminkan dinamika budaya konsumen saat ini. Dengan sejarah yang beragam dan arti yang berkembang, Black Friday menjadi salah satu hari yang paling dinanti-nanti oleh banyak orang. Sementara itu, diskusi tentang dampak ekonomi dan lingkungan dari kegilaan belanja ini terus berkembang, memicu refleksi tentang peran konsumen dalam masyarakat kontemporer.

scroll to top